Priyayi
Dalam kebudayaan
Jawa, istilah priyayi atau berdarah biru merupakan
suatu kelas sosial yang mengacu kepada golongan bangsawan.
Suatu golongan tertinggi dalam masyarakat karena memiliki keturunan dari
keluarga kerajaan.
Etimologi
Kata priyayi konon berasal dari dua
kata Jawa para dan yayi yang secara harafiah
berarti "para adik". Yang dimaksud adalah para adik raja. Namun Robson (1971) berpendapat bahwa
kata ini bisa pula berasal dari kata dalam bahasa
Sanskerta priyā, yang berarti kekasih.
Strata
Golongan priyayi tertinggi disebut Priayi Ageng
(bangsawan tinggi). Gelar dalam golongan ini terbagi menjadi bermacam-macam
berdasarkan tinggi rendahnya suatu kehormatan. Beberapa gelar dari yang
tertinggi hingga dengan hanya satu gelar saja yaitu Raden.
Gelar seorang priyayi juga dapat meningkat seiring
dari usianya. Misalnya ketika seorang anak laki-laki lahir diberi nama
Bomantara, ia bergelar Raden Mas, jadi nama lengkapnya adalah Raden Mas
Bomantara, ketika menginjak akil balik gelarnya bertambah satu kata menjadi
Bandara Raden Mas, ketika menapak dewasa (18 atau 21 tahun) bertambah lagi
menjadi Bandara Raden Mas Aryo. Pada saat dewasa dan telah memiliki jabatan
dalam hierarki kebangsawanan, ia akan memiliki gelar yang berbeda dari gelar
yang telah ia miliki. Misalnya ia menduduki jabatan pemimpin ksatrian maka
gelarnya akan berubah menjadi Gusti Pangeran Adipati Haryo. Dan setiap
kedudukan yang ia jabat ia akan memilki gelar tambahan atau gelar yang berubah
nama.
Priyayi baru
Pada awal abad ke-20, dengan semakin berkembangnya
kebutuhan pemerintah Hindia Belanda akan birokrasi pribumi, orang-orang awan di
luar trah darah biru mulai mendapat kesempatan untuk mencapai jabatan
administratif tertentu dalam birokrasi pemerintahan, melalui jalur pendidikan
dan kemampuan berbahasa Belanda. Jabatan juru tulis, jaksa, petugas pajak,
guru, dan mantri umumnya dapat ditempati setelah mereka lulus pendidikan. Namun
tetap terdapat pembatasan tak resmi untuk jabatan birokrasi tinggi seperti
bupati, dimana tidak saja mempertimbangkan kecakapan dan ijazah resmi melainkan
juga harus dari kalangan berdarah biru. Golongan priyayi dengan demikian berkembang
menjadi dua lapisan, yaitu golongan priyayi tinggi (keturunan ningrat) dan
priyayi rendah (priyayi sekolahan).
Pengelompokan Clifford Geertz
Istilah priyayi menjadi terkenal saat Clifford
Geertz melakukan penelitian tentang masyarakat Jawa pada tahun
1960-an, dan mengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam tiga golongan: priyayi, santri dan abangan.
Kelompok santri digunakan untuk mengacu pada orang yang memiliki pengetahuan
dan mengamalkan agama. Abangan digunakan untuk mereka yang
bukan priyayi dan juga bukan santri. Namun penggolongan ini tidaklah terlalu
tepat, karena pengelompokkan priyayi - non priyayi adalah berdasarkan garis
keturunan seseorang, sedangkan pengelompokkan santri - abangan dibuat
berdasarkan sikap dan perilaku seseorang dalam mengamalkan agamanya (Islam).
Dalam realita, ada priyayi yang santri dan ada pula yang abangan, bahkan ada
pula yang non muslim.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Priyayi
0 komentar:
Posting Komentar